Waktu itu saya lagi di jalan ke tempat
nongkrong, tiba-tiba di sebelah kiri saya ada anak-anak muda duduk sambil
ngomongin gimana cara menyadarkan orang untuk melindung bumi. Emmm, melindungi
bumi? Enggak salah?
Buat
apa melindungi bumi? Apakah penting? Apakah bumi sedang dalam pengejaran polisi
alam semesta? Apakah kita sudah merasa lebih kuat dari bumi sampai ingin
melindunginya? Kita emang kadang ngehe dalam berlogika. Seolah-olah
semua yang kita lakukan di muka bumi ini untuk kebaikan bumi sendiri. Padahal
bumi juga sebenarnya tidak terlalu membutuhkan apa yang kita lakukan. Bumi akan
ditanami pohon atau ditanami beton tetap jadi bumi. Jadi, jangan berlagak tahu
tentang perasaan bumi, deh!
Tapi
banyak orang pasti jawab, “bumi itu udah tua, jadi harus kita lindungi.”
Konsep hidup bumi itu bagi saya tidak seperti konsep manusia. Yang kalau
semakin tua malah jadi ngerepotin. Konsep bumi itu bagi saya adalah semakin tua
semakin berpengalaman. Semakin tahu dia cara menjaga diri.
Mungkin akan banyak
yang tidak setuju dengan statement di
atas, tapi cobalah berpikir bahwa 4.543 miliar tahun itu artinya bumi sudah
hidup sangat lama. Lebih lama dari semua hal yang sekarang ada di atasnya. Dan
saya yakin, selama waktu yang begitu panjang, bumi sudah diterpa banyak
fenomena alam. Yang kalau kita lihat sekarang, kita pasti akan mengkambinghitamkan
usia bumi yang sudah tua. Padahal ketika masih mudapun, bumi sudah diterkam
bencana.
Bayangkan diawal-awal
bumi ini menjadi planet, matahari menyinarinya begitu saja tanpa ada lapisan
yang menghalangi. Bumi dan matahari bebas berteman tanpa ada hijab lapisan ozon
yang menghalanginya. Bumi baik-baik saja saja dengan hal seperti itu selama bermiliar-milair
tahun.
Lalu entah bagaimana,
ada makhluk dari spesies homo yang namanya sapiens yang baru
hidup mungkin sekitar beberapa ratus ribu tahun silam berkoar-koar di semua
media kalau bumi membutuhkan pertolongannya. Seolah-olah yang lemah itu bumi.
Seolah-olah kalau tidak ada manusia bumi ini akan hancur. Padahal itu hanya
alibi kita untuk terlihat kuat di atas bumi. Sebenarnya kita hanya takut
lapisan ozon menipis karena akan merusak kulit kita. Kesimpulannya, yang takut
itu kita bukan bumi.
Manusia yang hidupnya
paling lama di muka bumi ini adalah Nabi Nuh, sampai 1.000 tahun. Dan pada
waktu itu, Nabi Nuh menyaksikan sendiri hukuman yang ditimpakan kepada kaumnya
oleh Tuhan. Untuk yang sering membaca kisah nabi pastinya familiar dengan kisah
ini. Benar! Banjir terbesar yang pernah terjadi di muka bumi. Dan apakah
banjir itu menyebabkan bumi merintih kesakitan? Tidak!
Sekitar 70.000 tahun
silam, bumi mengalami zaman es yang menyebabkan banyaknya kematian makhluk
hidup diatasnya. Kemudian sekitar 40.000 tahun silam ada perubahan iklim yang
menyebabkan bumi ini memanas. Dan lagi sekitar 20.000 tahun silam bumi
mengalami zaman es yang terakhir. Lalu apakah
bumi merintih kesakitan karena itu? Tidak! Bumi dengan cepat pulih kembali,
bahkan mungkin bumi tidak pernah merasa bahwa itu adalah hal yang menyakitkan.
Maksud saya, apakah bumi
tidak terlalu kuat bagi kita kemudian kita menganjurkan umat sapiens
untuk terus melindungi bumi? Lihatlah fakta-fakta sejarah yang menjadikan bumi
harusnya kita pandang sebagai makhluk yang tak perlu perlindungan. Bahkan
mungkin kita yang memerlukan perlindungannya. Naif dan terlalu sombong kita
jika terus-menerus mempertahankan apa yang sekarang sedang ramai dikampanyekan
banyak orang.
Masih sangat banyak
fakta-fakta sejarah tentang bumi yang katanya sudah tua dan harus kita lindungi
ini. Tidak salah lagi, sebenarnya ini hanyalah pembenaran yang kita lakukan
untuk menyembunyikan ketakutan kita akan kehancuran dan kematian. Mungkin kita
tidak pernah benar-benar mencintai bumi. Mungkin kita hanya menumpang tenar untuk
jadi panitia earth hour dan tidak benar-benar menyayangi bumi.
Dan menurut saya
lagi, bumi akan selalu menemukan cara untuk membuat dirinya terbiasa akan
sesuatu yang baru. Semisal limbah-limbah pabrik atau sampah-sampah pelastik
yang katanya butuh waktu 1000 tahun untuk terurai. Bumi sejatinya tidak pernah
ada masalah dengan hal seperti itu. Bumi akan
selalu baik-baik saja kalau plastik dan limbah dibuang sembarangan.
Hanya saja bumi itu juga makhluk, dia butuh menyesuaikan dirinya. Dan sayangnya
ketika dia menyesuaikan diri, bisa jadi kita tidak bisa menyesuaikan diri
dengan dia.
Sebagai contoh saja,
di Lombok orang-orang masih membuang sampah ke sungai. Karena banyaknya sampah
di sungai yang tertumpuk, akhirnya sungai menjadi kotor, bau, dan sering terhambat
pergerakan airnya. Yang akhirnya menyebabkan banyaknya anak-anak terkena
penyakit menular dan banjir yang menenggelamkan rumah-rumah mereka.
Air menjadi kotor dan
bau adalah cara bumi untuk menyesuaikan dirinya dengan sampah-sampah itu.
Penghambatan laju air juga cara bumi untuk menyesuaikan dirinya sendiri. Tapi
yang menjadi masalahnya, tempat itu menjadi tidak layak huni bagi manusia.
Sehingga manusia harus keluar dari wilayah bumi yang sudah menyesuaikan diri
itu. Jadi kerugiannya bukan untuk bumi, tapi untuk manusia dan makhluk hidup
lain di atasnya.
Ada lagi. Gempa yang
terjadi beberapa tahun belakangan ini bisa kita bilang cukup sering. Di Lombok,
Palu dan beberapa daerah lain. Kita semua takut akan hal itu. Akhirnya banyak
yang mengatakan bahwa ini adalah akibat bumi tersakiti. Padahal itu adalah cara
bagi bumi untuk membiasakan dirinya dengan lempeng yang terus bergerak. Tidak
ada bedanya dengan ketika tenggorokan kita gatal, lalu kita meredakannya dengan
cara batuk. Tidak ada bedanya. Hanya bumi memang menang lebih besar saja.
Jadi, sebenarnya yang
perlu dilindungi itu kita. Para manusia yang sok lebih kuat dari yang lain. Para
manusia yang merasa hanya karena kita mampu berpikir, pikiran kita itu menjadi
100 % benar. Kita yang harusnya dikampanyekan oleh bumi ke seluruh alam semesta
bahwa kita terlalu lemah untuk bisa bertahan di suhu yang tak terprediksi.
Lantas apa yang bisa
kita lakukan untuk bumi? Jawabannya sangat sederhana, akuilah bahwa kita yang
membutuhkan bumi dan lakukan yang terbaik untuk memberikan kenyamanan pada
kehidupan di atasnya. Karena bumi tidak akan pernah menjadi korban, kita dan
makhluk hidupa lain yang menjadi korban.
Jika mengingat kita
yang begitu tidak berdaya ini, seharusnya peran kita tidak begitu penting untuk
bumi. Tapi sekiranya, jika 250 juta jiwa saja melakukan hal yang sama,
sepertinya dampaknya akan sangat terlihat. Misalnya dengan tidak membuang
sampah ke sungai dan laut agar bumi tidak menyesuaikan dirinya dan memaksa kita
untuk pergi.
Yuk, kita akui kelemahan
kita dan mulai berikan kenyamanan bagi kehidupan di atas bumi! Dan jangan lupa,
jangan pakai kata “lindungi bumi” lagi, ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar